-
Notifications
You must be signed in to change notification settings - Fork 1
/
Copy pathpath---perbandingan-akutagawa-lu-xun-85730aa00265384fc8bd.js.map
1 lines (1 loc) · 43.1 KB
/
path---perbandingan-akutagawa-lu-xun-85730aa00265384fc8bd.js.map
1
{"version":3,"sources":["webpack:///path---perbandingan-akutagawa-lu-xun-85730aa00265384fc8bd.js","webpack:///./.cache/json/perbandingan-akutagawa-lu-xun.json"],"names":["webpackJsonp","517","module","exports","data","site","siteMetadata","title","author","markdownRemark","id","html","frontmatter","date","pathContext","slug","previous","fields","template","next"],"mappings":"AAAAA,cAAc,iBAERC,IACA,SAAUC,EAAQC,GCHxBD,EAAAC,SAAkBC,MAAQC,MAAQC,cAAgBC,MAAA,mBAAAC,OAAA,qBAAwDC,gBAAmBC,GAAA,4IAAAC,KAAA,u/mBAAw6mBC,aAAgXL,MAAA,8IAAAM,KAAA,oBAAgLC,aAAgBC,KAAA,kCAAAC,UAAqDC,QAAUF,KAAA,WAAiBH,aAAgBL,MAAA,QAAAW,SAAA,UAAoCC,MAASF,QAAUF,KAAA,mCAAyCH,aAAgBL,MAAA,yCAAAW,SAAA","file":"path---perbandingan-akutagawa-lu-xun-85730aa00265384fc8bd.js","sourcesContent":["webpackJsonp([45238694686332],{\n\n/***/ 517:\n/***/ (function(module, exports) {\n\n\tmodule.exports = {\"data\":{\"site\":{\"siteMetadata\":{\"title\":\"Stefanus Hinardi\",\"author\":\"Stefanus Hinardi\"}},\"markdownRemark\":{\"id\":\"/Users/stefanushinardi/Documents/projects/gatsby-page/src/pages/perbandingan-akutagawa-lu-xun/index.md absPath of file >>> MarkdownRemark\",\"html\":\"<blockquote>\\n<p>Tulisan ini merupakan karya untuk tugas IB World Literature Indonesian A1 tahun 2012</p>\\n</blockquote>\\n<p>Di dalam setiap masyarakat, pastilah terdapat kelemahan pada struktur sosial masyrakat sendiri. Ada sebagian masyarakat yang peduli akan masalah tersebut, ada pula yang acuh tak acuh. Bagi mereka yang peduli, kritik sosial merupakan salah satu cara menyadarkan masyarakat luas mengenai kelemahan–kelemahan tersebut. Bagi para sastrawan, karya-karya sastra dapat digunakan sebagai wacana dalam menyampaikan dan menyebarluaskan kritik sosial mereka. Di dalam cerita pendek “Catatan Harian Orang Gila” karya Lu Xun dan “Kappa” karya Akutagawa, pembaca mampu memahami bahwa kedua penulis menggunakan karya mereka untuk mengutarakan kritik sosial. Secara garis besar, esai ini akan membahas cara kedua pengarang mempersembahkan kritik sosial di dalam cerpen-cerpen yang mereka tulis.</p>\\n<p>Di awal cerpen Catatan Harian Orang Gila, Lu Xun menyatakan bahwa ia menggunakan kumpulan catatan harian “sahabat karibku (Lu Xun) di sekolah menengah atas”<sup>1</sup>. Lu Xun juga menulis bahwa sahabatnya dididuga menderita penyakit “complex schizofrenia”<sup>1</sup> pada saat menulis catatan harian tersebut. Hal itu menyebabkan catatan-catatan yang ditulis olehnya “sangat membingungkan dan meracau”<sup>1</sup> dan “bertaburan penyataan–pernyataan gila”<sup>1</sup>. Selain itu, Lu Xun jugamenerangkan di awal cerpen bahwa ia “tidak menggati satu pun ketidaklogisan dalam catata harian ini”<sup>1</sup>.</p>\\n<p>\\n <a\\n class=\\\"gatsby-resp-image-link\\\"\\n href=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/dairy-061b2c46868faf8e5d5e4843303684d2-d4f6b.jpg\\\"\\n style=\\\"display: block\\\"\\n target=\\\"_blank\\\"\\n rel=\\\"noopener\\\"\\n >\\n \\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-wrapper\\\"\\n style=\\\"position: relative; display: block; width: auto; max-width: 316px; margin-left: auto; margin-right: auto;\\\"\\n >\\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-background-image\\\"\\n style=\\\"padding-bottom: 150.31645569620252%; position: relative; bottom: 0; left: 0; background-image: url('data:image/jpeg;base64,/9j/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wgARCAAeABQDASIAAhEBAxEB/8QAFwABAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAMBBf/EABQBAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAD/2gAMAwEAAhADEAAAAe9scLgkpoB//8QAGxAAAgEFAAAAAAAAAAAAAAAAASEAAhARIDH/2gAIAQEAAQUCdz0oQ0vGv//EABQRAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAACD/2gAIAQMBAT8BH//EABQRAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAACD/2gAIAQIBAT8BH//EABsQAAEEAwAAAAAAAAAAAAAAAAABEBFBICIy/9oACAEBAAY/AnsvZplTpcf/xAAcEAACAgMBAQAAAAAAAAAAAAAAAREhEDFRYZH/2gAIAQEAAT8hfDQtXhVP7gfvdF4LRNUPwTiqW5L7n//aAAwDAQACAAMAAAAQMw4M/8QAFBEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIP/aAAgBAwEBPxAf/8QAFBEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIP/aAAgBAgEBPxAf/8QAHxABAAICAgIDAAAAAAAAAAAAAREhADFBURCBkdHh/9oACAEBAAE/ELH5GShSeY8OpkgqlHXf7ixilHtac9Zoua3lDjI6ZLY3SyH1hRFINvOImoesBNs+vH//2Q=='); background-size: cover; display: block;\\\"\\n >\\n <img\\n class=\\\"gatsby-resp-image-image\\\"\\n style=\\\"width: 100%; height: 100%; margin: 0; vertical-align: middle; position: absolute; top: 0; left: 0; box-shadow: inset 0px 0px 0px 400px white;\\\"\\n alt=\\\"Tirta\\\"\\n title=\\\"\\\"\\n src=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/dairy-061b2c46868faf8e5d5e4843303684d2-d4f6b.jpg\\\"\\n srcset=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/dairy-061b2c46868faf8e5d5e4843303684d2-b8127.jpg 163w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/dairy-061b2c46868faf8e5d5e4843303684d2-d4f6b.jpg 316w\\\"\\n sizes=\\\"(max-width: 316px) 100vw, 316px\\\"\\n />\\n </span>\\n </span>\\n \\n </a>\\n </p>\\n<p>Hal yang serupa juga dapat ditemukan di awal cerpen “Kappa” karya Akutagawa. Akutagawa menerangkan bahwa cerpen teresebut merupakan “kisah pasien nomor 23 di suatu Rumah-sakit Jiwa yang biasa diceritakan kepada setiap orang yang dijumpainya”<sup>2</sup>. Akutagawa pun menerangkan secara jelas tentang keaneahan yang dilakukan oleh pasien tersebut saat ia berjumpa dengannya. Akutagawa menulis bahwa ia “ingat ekspresi wajahnya saat ia selesai bercerita. Ia bergegas hendak bangkit, seraya tiba-tiba mengayunkan tinjunya”<sup>2</sup>.</p>\\n<p>Lu Xun dan Akutagawa menyatakan cerpen yang mereka tulis merupakan kisah nyata. Kedua penulis menjelaskan dengan terperinci mengenai narasumber dan keadaan mental kedua orang tersebut. Baik Lu Xun maupun Akutagawa menjelaskan bahwa narasumber kisah yang mereka tulis merupakan orang gila. Dengan menekankan bahwa kisah yang mereka tulis merupakan kisah nyata dan berasal dari pernyataan orang gila, kedua penulis dapat terbebas dari tanggung jawab akan isi cerpen-cerpen mereka. Tehnik yang ditemukan di kedua cerpen ini dapat diartikan sebagai kedok yang digunakan oleh kedua penulis untuk lebih leluasa mempersembahkan kritik sosial mereka tanpa harus menghadapi respons dan reaksi dari pihak yang mereka kritik.</p>\\n<p>\\n <a\\n class=\\\"gatsby-resp-image-link\\\"\\n href=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-f225ebf2cd3a9f807ba5cc82654c8376-7c339.jpg\\\"\\n style=\\\"display: block\\\"\\n target=\\\"_blank\\\"\\n rel=\\\"noopener\\\"\\n >\\n \\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-wrapper\\\"\\n style=\\\"position: relative; display: block; width: auto; max-width: 312px; margin-left: auto; margin-right: auto;\\\"\\n >\\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-background-image\\\"\\n style=\\\"padding-bottom: 151.6025641025641%; position: relative; bottom: 0; left: 0; background-image: url('data:image/jpeg;base64,/9j/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wgARCAAeABQDASIAAhEBAxEB/8QAGQABAAMBAQAAAAAAAAAAAAAAAAIDBQEE/8QAFwEAAwEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAECA//aAAwDAQACEAMQAAABhZTLLU4F7I6i5z2gF//EAB0QAAEDBQEAAAAAAAAAAAAAAAEAAhEDBBATISL/2gAIAQEAAQUCFT0cFvTUbC0o2wKbb8jEL//EABYRAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAABABEf/aAAgBAwEBPwGGn//EABURAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAABAR/9oACAECAQE/ASH/xAAdEAACAgEFAAAAAAAAAAAAAAAAAREhECAiMVGh/9oACAEBAAY/AoOcSJelDsvs2taP/8QAHBAAAwEAAgMAAAAAAAAAAAAAAAERITFRQWFx/9oACAEBAAE/IbOyhpvhhvYpJApJOxU90hKqnHHg/jdMEKEEvR8EIXg//9oADAMBAAIAAwAAABDAKoP/xAAYEQEAAwEAAAAAAAAAAAAAAAABABARIf/aAAgBAwEBPxAB1mV2f//EABgRAAMBAQAAAAAAAAAAAAAAAAABERAx/9oACAECAQE/EHXzIIf/xAAeEAEAAgICAwEAAAAAAAAAAAABABEhMVFhQXGR0f/aAAgBAQABPxAGUCgrtio1BYi38pmAG3v3LCctFkc0syI3cIfZVv2XANaKW176l/lpVvsRwb3Bmwc3xFGB8n//2Q=='); background-size: cover; display: block;\\\"\\n >\\n <img\\n class=\\\"gatsby-resp-image-image\\\"\\n style=\\\"width: 100%; height: 100%; margin: 0; vertical-align: middle; position: absolute; top: 0; left: 0; box-shadow: inset 0px 0px 0px 400px white;\\\"\\n alt=\\\"Tirta\\\"\\n title=\\\"\\\"\\n src=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-f225ebf2cd3a9f807ba5cc82654c8376-7c339.jpg\\\"\\n srcset=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-f225ebf2cd3a9f807ba5cc82654c8376-915ea.jpg 163w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/kappa-f225ebf2cd3a9f807ba5cc82654c8376-7c339.jpg 312w\\\"\\n sizes=\\\"(max-width: 312px) 100vw, 312px\\\"\\n />\\n </span>\\n </span>\\n \\n </a>\\n </p>\\n<p>Meskipun kedua penulis menggunakan orang gila dalam mempersembahkan kritik sosial, terdapat perbedaan fungsi dari orang gila tersebut. Di dalam cerpen Catatan Harian Orang Gila, Lu Xun memanfaatkan sudut pandang orang gila untuk menyampaikan kritik sosial. Karena cerpen ini ditulis dalam bentuk buku harian, pembaca mampu menemukan isi pikiran tokoh “aku” di dalam cerpen. Lu Xun menggunakan ketakutan tokoh “aku” akan masyarakat yang suka makan daging manusia atau kanibalisme. Ketakutan tokoh “aku” mulai dibangun dari kecurigaan akan “tatapan aneh dan was-was”<sup>1</sup> dari tokoh “Tuan Chao” yang seolah-olah ingin membunuhnya. Pada awalnya, tokoh “aku” tidak mengetahui penyebab yang membuat “Tuan Chao” memberikan tatapan yang demikian. Setelah kejadian itu, tokoh “aku” mulai mencari alasan dari setiap peristiwa yang ia temukan. Salah satunya pada saat ia mendengar seorang perempuan yang menampar anaknya dan berkata “Setan kecil! Ingin aku menggigitmu untuk melunasi perasaanku!”<sup>1</sup>. Kejadian ini membuatnya berpikir akan kemungkinan bahwa orang-orang di sekitarnya makan daging manusia. Kejadian-kejadian yang ia alami ,pada akhirnya, megarahkan pada kesimpulan yaitu orang-orang di sekitarnya memakan daging manusia alias kanibal. Pembaca disajikan dengan sebuah proses pemikiran dari tokoh “aku” yang menerka- nerka penyebab tokoh “Tuan Chao” memberikan tatapan itu kepadanya dan menghubungkan kejadian yang berlaku untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Penggunaan proses pemikiran tokoh “aku” yang realistis ini kembali menekankan bahwa cerita ini memang nyata sehingga Lu Xun dapat leluasa dalam mempersembahkan kritik sosialnya.</p>\\n<p>Lain dari fungsi orang gila dalam cerpen Catatan Harian Orang Gila, di dalam cerpen Kappa orang gila digunakan sebagai sarana untuk memperkenalkan tokoh mitologi Jepang yakni kappa. Pada awal cerpen, tokoh “aku” dalam cerpen Kappa menceritakan pengalaman yang dialaminya pada saat mendaki gunung. Ia bercerita bahwa di tengah-tengah perjalanannya, tokoh “Aku” melihat “bayangan wajah seram tercermin sekilas pada kaca bulat arloji”<sup>2</sup>. Setelah melihat sosok makhluk itu, ia menyadari bahwa dirinya sedang berada di hadapan seekor kappa, makhluk mitologi Jepang. Karena pertemuan yang langka ini, tokoh “aku” coba mengejar Kappa tersebut. Ketika ia sedang asyik mengejar makhluk kappa tersebut, ia “terjatuh dengan kepala terlebih dahulu ke dalam lubang gelap pekat”<sup>2</sup>. Akibat terjatuh, ia tak sadarkan diri dan “ketika kembali sadar, ternyata aku dalam keadaan terlentang dengan sejumlah kappa mengelilingiku”<sup>2</sup>. Dan setelah itu, tokoh “aku” dalam novel Kappa juga menceritakan bagaimana dirinya harus menetap di dalam negeri kappa dan berinteraksi dengan kappa-kappa. Pertemuan dan pengalaman tokoh “aku” dengan kappa yang dianggap mustahil oleh sebagian besar masyarakat menekankan kembali bahwa cerita ini memang berasal dari orang gila. Dengan menggunakan cara ini, Akutagawa dapat mempersembahkan kritik sosial dengan lebih leuasa di dalam cerpen Kappa.</p>\\n<p>\\n <a\\n class=\\\"gatsby-resp-image-link\\\"\\n href=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-c3238.jpg\\\"\\n style=\\\"display: block\\\"\\n target=\\\"_blank\\\"\\n rel=\\\"noopener\\\"\\n >\\n \\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-wrapper\\\"\\n style=\\\"position: relative; display: block; width: auto; max-width: 650px; margin-left: auto; margin-right: auto;\\\"\\n >\\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-background-image\\\"\\n style=\\\"padding-bottom: 91.125%; position: relative; bottom: 0; left: 0; background-image: url('data:image/jpeg;base64,/9j/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wgARCAASABQDASIAAhEBAxEB/8QAGAABAAMBAAAAAAAAAAAAAAAAAAEEBQP/xAAUAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA/9oADAMBAAIQAxAAAAG9FXoXmUN6QgH/xAAbEAEAAgMBAQAAAAAAAAAAAAACAQMAERMQEv/aAAgBAQABBQLopbbqk3YC5brfeen1rXmoz//EABQRAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAACD/2gAIAQMBAT8BH//EABQRAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAACD/2gAIAQIBAT8BH//EAB4QAAEEAwADAAAAAAAAAAAAAAEAAhEhEjFhEGLR/9oACAEBAAY/Ag2d8UAyPZWEC0D4snW01SOMt550v//EAB0QAQADAAIDAQAAAAAAAAAAAAEAESFBURBhcZH/2gAIAQEAAT8hrl74pRDC0L5N9Swe7K5IGNSJuCFFgKdIhibgGAD549T8n//aAAwDAQACAAMAAAAQkw8A/8QAFBEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIP/aAAgBAwEBPxAf/8QAFBEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIP/aAAgBAgEBPxAf/8QAHhABAAICAgMBAAAAAAAAAAAAAREhADFBUWGBkaH/2gAIAQEAAT8QisWKSEljfNYnbpRUdIjZhSoSyxAI/sPkyb6KYUBAO7PuJocC1LJnU3eSFTNmwMFjzO/eFQzoRiCQgj3gOvmz/9k='); background-size: cover; display: block;\\\"\\n >\\n <img\\n class=\\\"gatsby-resp-image-image\\\"\\n style=\\\"width: 100%; height: 100%; margin: 0; vertical-align: middle; position: absolute; top: 0; left: 0; box-shadow: inset 0px 0px 0px 400px white;\\\"\\n alt=\\\"Tirta\\\"\\n title=\\\"\\\"\\n src=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-35ce3.jpg\\\"\\n srcset=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-b3814.jpg 163w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-be6ed.jpg 325w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-35ce3.jpg 650w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-c3238.jpg 800w\\\"\\n sizes=\\\"(max-width: 650px) 100vw, 650px\\\"\\n />\\n </span>\\n </span>\\n \\n </a>\\n </p>\\n<p>Di dalam karya kedua sastrawan, dapat ditemukan bahwa mereka sama-sama mempersembahkan kritik terhadap kelemahan struktur sosial yakni, keadaan masyarakat yang memungkinkan pihak yang berkuasa menindas atupun merusak bagian masyarakat lainnya yang lebih lemah. Di dalam Catatan Harian Orang Gila, Lu Xun menggunakan kanibalisme yang ada di dalam masyarakat sebagai sarana dalam mempersembahkan kritik sosialnya. Kanibalisme digunakan sebagai sebuah metafora dari tindakan menindas bagian masyarakat lemah yang dilakukan oleh oknum berkuasa. Perbandingan ini menyamakan tindakan memakan sesama manusia dengan tindakan menindas masyarakat lemah. Tentunya, konsep kanibalisme memberikan sebuah konotasi yang sangat mengerikan dan cenderung dikategorikan sebagai tindakan yang biadab. Dari sini, pembaca mampu melihat bahwa Lu Xun menggunakan kanibalisme sebagai metafora untuk mengecam dan mengkritik keadaan sosial yang tidak berperikemanusiaan. Selain itu, penggunaan kanibalisme sebagai metafora, yang memberikan implikasi bahwa manusia memakan sesama manusia, menimbulkan kemarahan pembaca yang berujung pada kesadaran akan kekejaman keadaan masyarakat tersebut. Melihat dari konteks kritik sosial yang disampaikan melalui pengguanaan kanibalisme sebagai metafora, kritik sosial tersebut merujuk kepada sistem feudal yang dianut oleh masyarakat Cina pada saat itu. Praktek-praktek feudal dalam masyarakat meluputi: ketidakadilan hak untuk bersuara, ketaatan mutlak yang harus ditunjukan oleh anak kepada orang tua dan ketidaksamaan kedudukan yang dimiliki oleh pria dan wanita di dalam masyarakat. Dengan sistem feudal yang ada, masyarkat Cina secara keseluruhan mengalami kemunduran. Penindasan yang dialami masyarakat jelata dan ketidakadilan yang diperoleh wanita tidak hanya merugikan, melainkan juga merusak dan membunuh masyarakat Cina. Di sini, pembaca mampu melihat kesesuaian metafora kanibalisme dengan sistem feudal yang dikritik oleh Lu Xun.</p>\\n<p>\\n <a\\n class=\\\"gatsby-resp-image-link\\\"\\n href=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-50c44.jpg\\\"\\n style=\\\"display: block\\\"\\n target=\\\"_blank\\\"\\n rel=\\\"noopener\\\"\\n >\\n \\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-wrapper\\\"\\n style=\\\"position: relative; display: block; width: auto; max-width: 650px; margin-left: auto; margin-right: auto;\\\"\\n >\\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-background-image\\\"\\n style=\\\"padding-bottom: 75%; position: relative; bottom: 0; left: 0; background-image: url('data:image/jpeg;base64,/9j/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wgARCAAPABQDASIAAhEBAxEB/8QAGAAAAwEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAIEAwX/xAAWAQEBAQAAAAAAAAAAAAAAAAACAAH/2gAMAwEAAhADEAAAAehmrBVkxZ//xAAZEAADAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAAQIREgP/2gAIAQEAAQUCXpPG1RuFITZ2f//EABURAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAR/9oACAEDAQE/AVf/xAAVEQEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAEv/aAAgBAgEBPwFL/8QAGhAAAQUBAAAAAAAAAAAAAAAAEAABERJSgf/aAAgBAQAGPwKzrPTI/8QAHRAAAgIBBQAAAAAAAAAAAAAAAAERITFBUWFxkf/aAAgBAQABPyFDGjKJKSXFB7HhKquHJplIfc//2gAMAwEAAgADAAAAEKDv/8QAFhEBAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAABEx/9oACAEDAQE/EMQ//8QAFxEBAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAAQARMf/aAAgBAgEBPxAB5av/xAAcEAEBAAIDAQEAAAAAAAAAAAABEQAhMUFRcZH/2gAIAQEAAT8Q3W7jbTX7vB3IHkW7rO8WRapV4YtSCovM99xDXoaYg6Y+uf/Z'); background-size: cover; display: block;\\\"\\n >\\n <img\\n class=\\\"gatsby-resp-image-image\\\"\\n style=\\\"width: 100%; height: 100%; margin: 0; vertical-align: middle; position: absolute; top: 0; left: 0; box-shadow: inset 0px 0px 0px 400px white;\\\"\\n alt=\\\"Tirta\\\"\\n title=\\\"\\\"\\n src=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-35ce3.jpg\\\"\\n srcset=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-b3814.jpg 163w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-be6ed.jpg 325w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-35ce3.jpg 650w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-50c44.jpg 700w\\\"\\n sizes=\\\"(max-width: 650px) 100vw, 650px\\\"\\n />\\n </span>\\n </span>\\n \\n </a>\\n </p>\\n<p>Di dalam cerpen Kappa, Akutagawa menggunakan perbandingan kanibalisme yang berlaku di negeri kappa dan kejadian di dunia manusia untuk mempersembahkan kritik terhadap tindakan penindasan masyarakat yang lemah. Di negeri kappa, apabila kappa menjadi penggangguran, maka kappa-kappa tersebut akan “habis disantap”<sup>2</sup>. Kappa-kappa buruh yang menjadi penganggur akibat datangnya mesin-mesin produksi baru akan “dibunuh semua lalu dagingnya dijadikan bahan makan”<sup>2</sup>. Seperti yang dapat ditemukan di dalam cerpen Catatan Harian Orang Gila, Akutagawa juga menggunakan konsep kanibalisme. Namun, di dalam cerpen Kappa, penulis menggunakan kanibalisme yang dilakukan oleh kappa. Berbeda dengan penggunaan kanibalisme sebagai metafora, Aktugawa membandingkan kejadian kanibalisme di dunia kappa dan kejadian yang terjadi di dunia manusia. Bagi tokoh “aku”, sebagai representasi pandangan manusia terhadap kanibalisme tersebut, ia merasa janggal akan para buruh dengan “pasrah begitu saja dibunuh”<sup>1</sup>. Namun, bagi para kappa, hal tersebut merupakan hal yang wajar untuk dilakukan. Hal ini merupakan sindiran terhadap keadaan sosial di Jepang pada zaman tersebut yang mana hak para buruh memang sangat terbatas. Pada saat itu, organisasi dan demonstrasi buruh di Jepang dibuat terlarang<sup>3</sup> yang menyebabkan para buruh terkekang. Kappa juga beranggapan bahwa tidak ada perbedaan di antara kanibalisme di negeri kappa dan penindasan di negeri manusia, yakni “Bukankah di negrimu anak gadis kaum proletar banyak yang menjadi pelacur? Kalau kau muak makan daging para buruh, itu hanya sentimentalism biasa”<sup>3</sup>. Pembaca dapat melihat bahwa, melalui pendapat kappa, Akutagawa ingin menunjukkan tindakan kanibalisme yang terjadi di dunia kappa tidak kalah kejinya dengan kejadian-kejadian yang terjadi di Jepang.</p>\\n<p>Secara keseluruhan, cerpen Catatan Harian Orang Gila dan Kappa sama-sama menggunakan orang gila sebagai cara untuk mempersembahkan kritik sosial yang memperleluasakan kedua penulis untuk mempersembahkan kritik sosial. Melalui cerpen mereka, kedua penulis juga mempersembahkan kritik mengenai keadaan masyarakat yang memungkinkan pihak berkuasa menindas masyarkat yang lebih lemah. Namun demikian, Lu Xun dalam Catatan Harian Orang Gila menggunakan metafora kanibalisme untuk mempersembahkan kritik tersebut. Sedangkan Akutagawa di dalam cerpen Kappa menggunakan perbandingan kanibalisme yang berlaku di negeri kappa dan kejadian di dunia manusia untuk mempersembahkan kritik sosial tersebut.</p>\\n<hr>\\n<ol>\\n<li>Lu Xun, Catatan Harian Orang Gila, Diterjemahkan oleh: Pipit Maizer, Penerbit Jalasutra, 2007;</li>\\n<li>Akutagawa Ryunosuke, Kumpulan Cerita Rashomon, Diterjemahkan oleh:Bambang Wibawarta, PT Gramedia, 2008;</li>\\n<li>“BEHOLD MY SWARTHY FACE BEHOLD MY SWARTHY FACE: Social Satire in Kappa: Akutagawa Ryanosukeâ Political Sensibilities”. N.p., n.d. Web. 24 June 2012. <a href=\\\"http://www.beholdmyswarthyface.com/2009/07/social-satire-in-kappa-akutagawa.html\\\">http://www.beholdmyswarthyface.com/2009/07/social-satire-in-kappa-akutagawa.html</a>.</li>\\n</ol>\",\"frontmatter\":{\"title\":\"Bagaimana kritik sosial dipersembahkan di dalam cerita pendek “Catatan Harian Orang Gila” oleh Lu Xun dan “Kappa” oleh Akutagawa Ryunosuke?\",\"date\":\"March 17, 2018\"}}},\"pathContext\":{\"slug\":\"/perbandingan-akutagawa-lu-xun/\",\"previous\":{\"fields\":{\"slug\":\"/about/\"},\"frontmatter\":{\"title\":\"About\",\"template\":\"about\"}},\"next\":{\"fields\":{\"slug\":\"/distributed-systems-resources/\"},\"frontmatter\":{\"title\":\"Distributed Systems Learning Resources\",\"template\":\"blog\"}}}}\n\n/***/ })\n\n});\n\n\n// WEBPACK FOOTER //\n// path---perbandingan-akutagawa-lu-xun-85730aa00265384fc8bd.js","module.exports = {\"data\":{\"site\":{\"siteMetadata\":{\"title\":\"Stefanus Hinardi\",\"author\":\"Stefanus Hinardi\"}},\"markdownRemark\":{\"id\":\"/Users/stefanushinardi/Documents/projects/gatsby-page/src/pages/perbandingan-akutagawa-lu-xun/index.md absPath of file >>> MarkdownRemark\",\"html\":\"<blockquote>\\n<p>Tulisan ini merupakan karya untuk tugas IB World Literature Indonesian A1 tahun 2012</p>\\n</blockquote>\\n<p>Di dalam setiap masyarakat, pastilah terdapat kelemahan pada struktur sosial masyrakat sendiri. Ada sebagian masyarakat yang peduli akan masalah tersebut, ada pula yang acuh tak acuh. Bagi mereka yang peduli, kritik sosial merupakan salah satu cara menyadarkan masyarakat luas mengenai kelemahan–kelemahan tersebut. Bagi para sastrawan, karya-karya sastra dapat digunakan sebagai wacana dalam menyampaikan dan menyebarluaskan kritik sosial mereka. Di dalam cerita pendek “Catatan Harian Orang Gila” karya Lu Xun dan “Kappa” karya Akutagawa, pembaca mampu memahami bahwa kedua penulis menggunakan karya mereka untuk mengutarakan kritik sosial. Secara garis besar, esai ini akan membahas cara kedua pengarang mempersembahkan kritik sosial di dalam cerpen-cerpen yang mereka tulis.</p>\\n<p>Di awal cerpen Catatan Harian Orang Gila, Lu Xun menyatakan bahwa ia menggunakan kumpulan catatan harian “sahabat karibku (Lu Xun) di sekolah menengah atas”<sup>1</sup>. Lu Xun juga menulis bahwa sahabatnya dididuga menderita penyakit “complex schizofrenia”<sup>1</sup> pada saat menulis catatan harian tersebut. Hal itu menyebabkan catatan-catatan yang ditulis olehnya “sangat membingungkan dan meracau”<sup>1</sup> dan “bertaburan penyataan–pernyataan gila”<sup>1</sup>. Selain itu, Lu Xun jugamenerangkan di awal cerpen bahwa ia “tidak menggati satu pun ketidaklogisan dalam catata harian ini”<sup>1</sup>.</p>\\n<p>\\n <a\\n class=\\\"gatsby-resp-image-link\\\"\\n href=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/dairy-061b2c46868faf8e5d5e4843303684d2-d4f6b.jpg\\\"\\n style=\\\"display: block\\\"\\n target=\\\"_blank\\\"\\n rel=\\\"noopener\\\"\\n >\\n \\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-wrapper\\\"\\n style=\\\"position: relative; display: block; width: auto; max-width: 316px; margin-left: auto; margin-right: auto;\\\"\\n >\\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-background-image\\\"\\n style=\\\"padding-bottom: 150.31645569620252%; position: relative; bottom: 0; left: 0; background-image: url('data:image/jpeg;base64,/9j/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wgARCAAeABQDASIAAhEBAxEB/8QAFwABAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAMBBf/EABQBAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAD/2gAMAwEAAhADEAAAAe9scLgkpoB//8QAGxAAAgEFAAAAAAAAAAAAAAAAASEAAhARIDH/2gAIAQEAAQUCdz0oQ0vGv//EABQRAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAACD/2gAIAQMBAT8BH//EABQRAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAACD/2gAIAQIBAT8BH//EABsQAAEEAwAAAAAAAAAAAAAAAAABEBFBICIy/9oACAEBAAY/AnsvZplTpcf/xAAcEAACAgMBAQAAAAAAAAAAAAAAAREhEDFRYZH/2gAIAQEAAT8hfDQtXhVP7gfvdF4LRNUPwTiqW5L7n//aAAwDAQACAAMAAAAQMw4M/8QAFBEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIP/aAAgBAwEBPxAf/8QAFBEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIP/aAAgBAgEBPxAf/8QAHxABAAICAgIDAAAAAAAAAAAAAREhADFBURCBkdHh/9oACAEBAAE/ELH5GShSeY8OpkgqlHXf7ixilHtac9Zoua3lDjI6ZLY3SyH1hRFINvOImoesBNs+vH//2Q=='); background-size: cover; display: block;\\\"\\n >\\n <img\\n class=\\\"gatsby-resp-image-image\\\"\\n style=\\\"width: 100%; height: 100%; margin: 0; vertical-align: middle; position: absolute; top: 0; left: 0; box-shadow: inset 0px 0px 0px 400px white;\\\"\\n alt=\\\"Tirta\\\"\\n title=\\\"\\\"\\n src=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/dairy-061b2c46868faf8e5d5e4843303684d2-d4f6b.jpg\\\"\\n srcset=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/dairy-061b2c46868faf8e5d5e4843303684d2-b8127.jpg 163w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/dairy-061b2c46868faf8e5d5e4843303684d2-d4f6b.jpg 316w\\\"\\n sizes=\\\"(max-width: 316px) 100vw, 316px\\\"\\n />\\n </span>\\n </span>\\n \\n </a>\\n </p>\\n<p>Hal yang serupa juga dapat ditemukan di awal cerpen “Kappa” karya Akutagawa. Akutagawa menerangkan bahwa cerpen teresebut merupakan “kisah pasien nomor 23 di suatu Rumah-sakit Jiwa yang biasa diceritakan kepada setiap orang yang dijumpainya”<sup>2</sup>. Akutagawa pun menerangkan secara jelas tentang keaneahan yang dilakukan oleh pasien tersebut saat ia berjumpa dengannya. Akutagawa menulis bahwa ia “ingat ekspresi wajahnya saat ia selesai bercerita. Ia bergegas hendak bangkit, seraya tiba-tiba mengayunkan tinjunya”<sup>2</sup>.</p>\\n<p>Lu Xun dan Akutagawa menyatakan cerpen yang mereka tulis merupakan kisah nyata. Kedua penulis menjelaskan dengan terperinci mengenai narasumber dan keadaan mental kedua orang tersebut. Baik Lu Xun maupun Akutagawa menjelaskan bahwa narasumber kisah yang mereka tulis merupakan orang gila. Dengan menekankan bahwa kisah yang mereka tulis merupakan kisah nyata dan berasal dari pernyataan orang gila, kedua penulis dapat terbebas dari tanggung jawab akan isi cerpen-cerpen mereka. Tehnik yang ditemukan di kedua cerpen ini dapat diartikan sebagai kedok yang digunakan oleh kedua penulis untuk lebih leluasa mempersembahkan kritik sosial mereka tanpa harus menghadapi respons dan reaksi dari pihak yang mereka kritik.</p>\\n<p>\\n <a\\n class=\\\"gatsby-resp-image-link\\\"\\n href=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-f225ebf2cd3a9f807ba5cc82654c8376-7c339.jpg\\\"\\n style=\\\"display: block\\\"\\n target=\\\"_blank\\\"\\n rel=\\\"noopener\\\"\\n >\\n \\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-wrapper\\\"\\n style=\\\"position: relative; display: block; width: auto; max-width: 312px; margin-left: auto; margin-right: auto;\\\"\\n >\\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-background-image\\\"\\n style=\\\"padding-bottom: 151.6025641025641%; position: relative; bottom: 0; left: 0; background-image: url('data:image/jpeg;base64,/9j/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wgARCAAeABQDASIAAhEBAxEB/8QAGQABAAMBAQAAAAAAAAAAAAAAAAIDBQEE/8QAFwEAAwEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAECA//aAAwDAQACEAMQAAABhZTLLU4F7I6i5z2gF//EAB0QAAEDBQEAAAAAAAAAAAAAAAEAAhEDBBATISL/2gAIAQEAAQUCFT0cFvTUbC0o2wKbb8jEL//EABYRAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAABABEf/aAAgBAwEBPwGGn//EABURAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAABAR/9oACAECAQE/ASH/xAAdEAACAgEFAAAAAAAAAAAAAAAAAREhECAiMVGh/9oACAEBAAY/AoOcSJelDsvs2taP/8QAHBAAAwEAAgMAAAAAAAAAAAAAAAERITFRQWFx/9oACAEBAAE/IbOyhpvhhvYpJApJOxU90hKqnHHg/jdMEKEEvR8EIXg//9oADAMBAAIAAwAAABDAKoP/xAAYEQEAAwEAAAAAAAAAAAAAAAABABARIf/aAAgBAwEBPxAB1mV2f//EABgRAAMBAQAAAAAAAAAAAAAAAAABERAx/9oACAECAQE/EHXzIIf/xAAeEAEAAgICAwEAAAAAAAAAAAABABEhMVFhQXGR0f/aAAgBAQABPxAGUCgrtio1BYi38pmAG3v3LCctFkc0syI3cIfZVv2XANaKW176l/lpVvsRwb3Bmwc3xFGB8n//2Q=='); background-size: cover; display: block;\\\"\\n >\\n <img\\n class=\\\"gatsby-resp-image-image\\\"\\n style=\\\"width: 100%; height: 100%; margin: 0; vertical-align: middle; position: absolute; top: 0; left: 0; box-shadow: inset 0px 0px 0px 400px white;\\\"\\n alt=\\\"Tirta\\\"\\n title=\\\"\\\"\\n src=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-f225ebf2cd3a9f807ba5cc82654c8376-7c339.jpg\\\"\\n srcset=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-f225ebf2cd3a9f807ba5cc82654c8376-915ea.jpg 163w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/kappa-f225ebf2cd3a9f807ba5cc82654c8376-7c339.jpg 312w\\\"\\n sizes=\\\"(max-width: 312px) 100vw, 312px\\\"\\n />\\n </span>\\n </span>\\n \\n </a>\\n </p>\\n<p>Meskipun kedua penulis menggunakan orang gila dalam mempersembahkan kritik sosial, terdapat perbedaan fungsi dari orang gila tersebut. Di dalam cerpen Catatan Harian Orang Gila, Lu Xun memanfaatkan sudut pandang orang gila untuk menyampaikan kritik sosial. Karena cerpen ini ditulis dalam bentuk buku harian, pembaca mampu menemukan isi pikiran tokoh “aku” di dalam cerpen. Lu Xun menggunakan ketakutan tokoh “aku” akan masyarakat yang suka makan daging manusia atau kanibalisme. Ketakutan tokoh “aku” mulai dibangun dari kecurigaan akan “tatapan aneh dan was-was”<sup>1</sup> dari tokoh “Tuan Chao” yang seolah-olah ingin membunuhnya. Pada awalnya, tokoh “aku” tidak mengetahui penyebab yang membuat “Tuan Chao” memberikan tatapan yang demikian. Setelah kejadian itu, tokoh “aku” mulai mencari alasan dari setiap peristiwa yang ia temukan. Salah satunya pada saat ia mendengar seorang perempuan yang menampar anaknya dan berkata “Setan kecil! Ingin aku menggigitmu untuk melunasi perasaanku!”<sup>1</sup>. Kejadian ini membuatnya berpikir akan kemungkinan bahwa orang-orang di sekitarnya makan daging manusia. Kejadian-kejadian yang ia alami ,pada akhirnya, megarahkan pada kesimpulan yaitu orang-orang di sekitarnya memakan daging manusia alias kanibal. Pembaca disajikan dengan sebuah proses pemikiran dari tokoh “aku” yang menerka- nerka penyebab tokoh “Tuan Chao” memberikan tatapan itu kepadanya dan menghubungkan kejadian yang berlaku untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Penggunaan proses pemikiran tokoh “aku” yang realistis ini kembali menekankan bahwa cerita ini memang nyata sehingga Lu Xun dapat leluasa dalam mempersembahkan kritik sosialnya.</p>\\n<p>Lain dari fungsi orang gila dalam cerpen Catatan Harian Orang Gila, di dalam cerpen Kappa orang gila digunakan sebagai sarana untuk memperkenalkan tokoh mitologi Jepang yakni kappa. Pada awal cerpen, tokoh “aku” dalam cerpen Kappa menceritakan pengalaman yang dialaminya pada saat mendaki gunung. Ia bercerita bahwa di tengah-tengah perjalanannya, tokoh “Aku” melihat “bayangan wajah seram tercermin sekilas pada kaca bulat arloji”<sup>2</sup>. Setelah melihat sosok makhluk itu, ia menyadari bahwa dirinya sedang berada di hadapan seekor kappa, makhluk mitologi Jepang. Karena pertemuan yang langka ini, tokoh “aku” coba mengejar Kappa tersebut. Ketika ia sedang asyik mengejar makhluk kappa tersebut, ia “terjatuh dengan kepala terlebih dahulu ke dalam lubang gelap pekat”<sup>2</sup>. Akibat terjatuh, ia tak sadarkan diri dan “ketika kembali sadar, ternyata aku dalam keadaan terlentang dengan sejumlah kappa mengelilingiku”<sup>2</sup>. Dan setelah itu, tokoh “aku” dalam novel Kappa juga menceritakan bagaimana dirinya harus menetap di dalam negeri kappa dan berinteraksi dengan kappa-kappa. Pertemuan dan pengalaman tokoh “aku” dengan kappa yang dianggap mustahil oleh sebagian besar masyarakat menekankan kembali bahwa cerita ini memang berasal dari orang gila. Dengan menggunakan cara ini, Akutagawa dapat mempersembahkan kritik sosial dengan lebih leuasa di dalam cerpen Kappa.</p>\\n<p>\\n <a\\n class=\\\"gatsby-resp-image-link\\\"\\n href=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-c3238.jpg\\\"\\n style=\\\"display: block\\\"\\n target=\\\"_blank\\\"\\n rel=\\\"noopener\\\"\\n >\\n \\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-wrapper\\\"\\n style=\\\"position: relative; display: block; width: auto; max-width: 650px; margin-left: auto; margin-right: auto;\\\"\\n >\\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-background-image\\\"\\n style=\\\"padding-bottom: 91.125%; position: relative; bottom: 0; left: 0; background-image: url('data:image/jpeg;base64,/9j/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wgARCAASABQDASIAAhEBAxEB/8QAGAABAAMBAAAAAAAAAAAAAAAAAAEEBQP/xAAUAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA/9oADAMBAAIQAxAAAAG9FXoXmUN6QgH/xAAbEAEAAgMBAQAAAAAAAAAAAAACAQMAERMQEv/aAAgBAQABBQLopbbqk3YC5brfeen1rXmoz//EABQRAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAACD/2gAIAQMBAT8BH//EABQRAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAACD/2gAIAQIBAT8BH//EAB4QAAEEAwADAAAAAAAAAAAAAAEAAhEhEjFhEGLR/9oACAEBAAY/Ag2d8UAyPZWEC0D4snW01SOMt550v//EAB0QAQADAAIDAQAAAAAAAAAAAAEAESFBURBhcZH/2gAIAQEAAT8hrl74pRDC0L5N9Swe7K5IGNSJuCFFgKdIhibgGAD549T8n//aAAwDAQACAAMAAAAQkw8A/8QAFBEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIP/aAAgBAwEBPxAf/8QAFBEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIP/aAAgBAgEBPxAf/8QAHhABAAICAgMBAAAAAAAAAAAAAREhADFBUWGBkaH/2gAIAQEAAT8QisWKSEljfNYnbpRUdIjZhSoSyxAI/sPkyb6KYUBAO7PuJocC1LJnU3eSFTNmwMFjzO/eFQzoRiCQgj3gOvmz/9k='); background-size: cover; display: block;\\\"\\n >\\n <img\\n class=\\\"gatsby-resp-image-image\\\"\\n style=\\\"width: 100%; height: 100%; margin: 0; vertical-align: middle; position: absolute; top: 0; left: 0; box-shadow: inset 0px 0px 0px 400px white;\\\"\\n alt=\\\"Tirta\\\"\\n title=\\\"\\\"\\n src=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-35ce3.jpg\\\"\\n srcset=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-b3814.jpg 163w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-be6ed.jpg 325w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-35ce3.jpg 650w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/lu-xun-92208ae568dd2ea6f9c386ac834a8916-c3238.jpg 800w\\\"\\n sizes=\\\"(max-width: 650px) 100vw, 650px\\\"\\n />\\n </span>\\n </span>\\n \\n </a>\\n </p>\\n<p>Di dalam karya kedua sastrawan, dapat ditemukan bahwa mereka sama-sama mempersembahkan kritik terhadap kelemahan struktur sosial yakni, keadaan masyarakat yang memungkinkan pihak yang berkuasa menindas atupun merusak bagian masyarakat lainnya yang lebih lemah. Di dalam Catatan Harian Orang Gila, Lu Xun menggunakan kanibalisme yang ada di dalam masyarakat sebagai sarana dalam mempersembahkan kritik sosialnya. Kanibalisme digunakan sebagai sebuah metafora dari tindakan menindas bagian masyarakat lemah yang dilakukan oleh oknum berkuasa. Perbandingan ini menyamakan tindakan memakan sesama manusia dengan tindakan menindas masyarakat lemah. Tentunya, konsep kanibalisme memberikan sebuah konotasi yang sangat mengerikan dan cenderung dikategorikan sebagai tindakan yang biadab. Dari sini, pembaca mampu melihat bahwa Lu Xun menggunakan kanibalisme sebagai metafora untuk mengecam dan mengkritik keadaan sosial yang tidak berperikemanusiaan. Selain itu, penggunaan kanibalisme sebagai metafora, yang memberikan implikasi bahwa manusia memakan sesama manusia, menimbulkan kemarahan pembaca yang berujung pada kesadaran akan kekejaman keadaan masyarakat tersebut. Melihat dari konteks kritik sosial yang disampaikan melalui pengguanaan kanibalisme sebagai metafora, kritik sosial tersebut merujuk kepada sistem feudal yang dianut oleh masyarakat Cina pada saat itu. Praktek-praktek feudal dalam masyarakat meluputi: ketidakadilan hak untuk bersuara, ketaatan mutlak yang harus ditunjukan oleh anak kepada orang tua dan ketidaksamaan kedudukan yang dimiliki oleh pria dan wanita di dalam masyarakat. Dengan sistem feudal yang ada, masyarkat Cina secara keseluruhan mengalami kemunduran. Penindasan yang dialami masyarakat jelata dan ketidakadilan yang diperoleh wanita tidak hanya merugikan, melainkan juga merusak dan membunuh masyarakat Cina. Di sini, pembaca mampu melihat kesesuaian metafora kanibalisme dengan sistem feudal yang dikritik oleh Lu Xun.</p>\\n<p>\\n <a\\n class=\\\"gatsby-resp-image-link\\\"\\n href=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-50c44.jpg\\\"\\n style=\\\"display: block\\\"\\n target=\\\"_blank\\\"\\n rel=\\\"noopener\\\"\\n >\\n \\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-wrapper\\\"\\n style=\\\"position: relative; display: block; width: auto; max-width: 650px; margin-left: auto; margin-right: auto;\\\"\\n >\\n <span\\n class=\\\"gatsby-resp-image-background-image\\\"\\n style=\\\"padding-bottom: 75%; position: relative; bottom: 0; left: 0; background-image: url('data:image/jpeg;base64,/9j/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wgARCAAPABQDASIAAhEBAxEB/8QAGAAAAwEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAIEAwX/xAAWAQEBAQAAAAAAAAAAAAAAAAACAAH/2gAMAwEAAhADEAAAAehmrBVkxZ//xAAZEAADAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAAQIREgP/2gAIAQEAAQUCXpPG1RuFITZ2f//EABURAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAR/9oACAEDAQE/AVf/xAAVEQEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAEv/aAAgBAgEBPwFL/8QAGhAAAQUBAAAAAAAAAAAAAAAAEAABERJSgf/aAAgBAQAGPwKzrPTI/8QAHRAAAgIBBQAAAAAAAAAAAAAAAAERITFBUWFxkf/aAAgBAQABPyFDGjKJKSXFB7HhKquHJplIfc//2gAMAwEAAgADAAAAEKDv/8QAFhEBAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAABEx/9oACAEDAQE/EMQ//8QAFxEBAQEBAAAAAAAAAAAAAAAAAQARMf/aAAgBAgEBPxAB5av/xAAcEAEBAAIDAQEAAAAAAAAAAAABEQAhMUFRcZH/2gAIAQEAAT8Q3W7jbTX7vB3IHkW7rO8WRapV4YtSCovM99xDXoaYg6Y+uf/Z'); background-size: cover; display: block;\\\"\\n >\\n <img\\n class=\\\"gatsby-resp-image-image\\\"\\n style=\\\"width: 100%; height: 100%; margin: 0; vertical-align: middle; position: absolute; top: 0; left: 0; box-shadow: inset 0px 0px 0px 400px white;\\\"\\n alt=\\\"Tirta\\\"\\n title=\\\"\\\"\\n src=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-35ce3.jpg\\\"\\n srcset=\\\"/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-b3814.jpg 163w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-be6ed.jpg 325w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-35ce3.jpg 650w,\\n/stefanushinardi.github.io/static/kappa-wiki-b116234a9284ef4f7e7d46b2e640b04f-50c44.jpg 700w\\\"\\n sizes=\\\"(max-width: 650px) 100vw, 650px\\\"\\n />\\n </span>\\n </span>\\n \\n </a>\\n </p>\\n<p>Di dalam cerpen Kappa, Akutagawa menggunakan perbandingan kanibalisme yang berlaku di negeri kappa dan kejadian di dunia manusia untuk mempersembahkan kritik terhadap tindakan penindasan masyarakat yang lemah. Di negeri kappa, apabila kappa menjadi penggangguran, maka kappa-kappa tersebut akan “habis disantap”<sup>2</sup>. Kappa-kappa buruh yang menjadi penganggur akibat datangnya mesin-mesin produksi baru akan “dibunuh semua lalu dagingnya dijadikan bahan makan”<sup>2</sup>. Seperti yang dapat ditemukan di dalam cerpen Catatan Harian Orang Gila, Akutagawa juga menggunakan konsep kanibalisme. Namun, di dalam cerpen Kappa, penulis menggunakan kanibalisme yang dilakukan oleh kappa. Berbeda dengan penggunaan kanibalisme sebagai metafora, Aktugawa membandingkan kejadian kanibalisme di dunia kappa dan kejadian yang terjadi di dunia manusia. Bagi tokoh “aku”, sebagai representasi pandangan manusia terhadap kanibalisme tersebut, ia merasa janggal akan para buruh dengan “pasrah begitu saja dibunuh”<sup>1</sup>. Namun, bagi para kappa, hal tersebut merupakan hal yang wajar untuk dilakukan. Hal ini merupakan sindiran terhadap keadaan sosial di Jepang pada zaman tersebut yang mana hak para buruh memang sangat terbatas. Pada saat itu, organisasi dan demonstrasi buruh di Jepang dibuat terlarang<sup>3</sup> yang menyebabkan para buruh terkekang. Kappa juga beranggapan bahwa tidak ada perbedaan di antara kanibalisme di negeri kappa dan penindasan di negeri manusia, yakni “Bukankah di negrimu anak gadis kaum proletar banyak yang menjadi pelacur? Kalau kau muak makan daging para buruh, itu hanya sentimentalism biasa”<sup>3</sup>. Pembaca dapat melihat bahwa, melalui pendapat kappa, Akutagawa ingin menunjukkan tindakan kanibalisme yang terjadi di dunia kappa tidak kalah kejinya dengan kejadian-kejadian yang terjadi di Jepang.</p>\\n<p>Secara keseluruhan, cerpen Catatan Harian Orang Gila dan Kappa sama-sama menggunakan orang gila sebagai cara untuk mempersembahkan kritik sosial yang memperleluasakan kedua penulis untuk mempersembahkan kritik sosial. Melalui cerpen mereka, kedua penulis juga mempersembahkan kritik mengenai keadaan masyarakat yang memungkinkan pihak berkuasa menindas masyarkat yang lebih lemah. Namun demikian, Lu Xun dalam Catatan Harian Orang Gila menggunakan metafora kanibalisme untuk mempersembahkan kritik tersebut. Sedangkan Akutagawa di dalam cerpen Kappa menggunakan perbandingan kanibalisme yang berlaku di negeri kappa dan kejadian di dunia manusia untuk mempersembahkan kritik sosial tersebut.</p>\\n<hr>\\n<ol>\\n<li>Lu Xun, Catatan Harian Orang Gila, Diterjemahkan oleh: Pipit Maizer, Penerbit Jalasutra, 2007;</li>\\n<li>Akutagawa Ryunosuke, Kumpulan Cerita Rashomon, Diterjemahkan oleh:Bambang Wibawarta, PT Gramedia, 2008;</li>\\n<li>“BEHOLD MY SWARTHY FACE BEHOLD MY SWARTHY FACE: Social Satire in Kappa: Akutagawa Ryanosukeâ Political Sensibilities”. N.p., n.d. Web. 24 June 2012. <a href=\\\"http://www.beholdmyswarthyface.com/2009/07/social-satire-in-kappa-akutagawa.html\\\">http://www.beholdmyswarthyface.com/2009/07/social-satire-in-kappa-akutagawa.html</a>.</li>\\n</ol>\",\"frontmatter\":{\"title\":\"Bagaimana kritik sosial dipersembahkan di dalam cerita pendek “Catatan Harian Orang Gila” oleh Lu Xun dan “Kappa” oleh Akutagawa Ryunosuke?\",\"date\":\"March 17, 2018\"}}},\"pathContext\":{\"slug\":\"/perbandingan-akutagawa-lu-xun/\",\"previous\":{\"fields\":{\"slug\":\"/about/\"},\"frontmatter\":{\"title\":\"About\",\"template\":\"about\"}},\"next\":{\"fields\":{\"slug\":\"/distributed-systems-resources/\"},\"frontmatter\":{\"title\":\"Distributed Systems Learning Resources\",\"template\":\"blog\"}}}}\n\n\n//////////////////\n// WEBPACK FOOTER\n// ./~/json-loader!./.cache/json/perbandingan-akutagawa-lu-xun.json\n// module id = 517\n// module chunks = 45238694686332"],"sourceRoot":""}